19 Apr 2011

Taman Ujung Sukasada (Sukasada Water Palace)

Taman Sukasada (Sukasada Water Palace) merupakan salah satu Istana Air peninggalan Raja terakhir Karangasem I Gusti Bagus Jelantik yang dibangun pada tahun 1919. Taman yang terletak sekitar 85 km ke arah timur dari Bandara Ngurah Rai ini dahulu digunakan sebagai tempat untuk menyambut dan melayani para tamu penting kerajaan dari negara-negara tetangga disamping juga sebagai tempat untuk Raja dan Keluarganya.

Komplek Taman Sukasada ini merupakan perpaduan antara arsitektur Bali, Cina dan Eropa dan berdiri di lahan seluas 9 hektar. Terdapat 3 kolam besar dan luas di dalamnya dimana ditengah kolam utama terdapat bangunan yang menghubungkansisi kolam dengan 2 jembatan. Selain kolam, terdapat juga beberapa Balai yang dibangun ditengan-tengah kolam seperti salah satunya adalah Balai Gili dimana kita bisa melihat foto-foto Raja karangasem beserta anggota keluarga kerajaan serta terdapat juga foto-foto suasana Taman Ujung pada tempo dulu.

Pada tahun 1963, Taman ini rusak akibat letusan Gunung Agung di Karangasem ditambah lagi gempa pada tahun 1976 yang meluluhlantahkan Seririt, Singaraja ikut memperburuk keadaan bangunan ini. Akhirnya pada tahun 1998 secara bertahap Taman ini mulai diperbaiki sampai selesai di tahun 2004 serta akhirnya dibuka kembali untuk umum.

Ada satu lagi hal menarik di taman ini, jika cuaca sedang cerah maka kita dapat melihat birunya langit, indahnya lautan berdampingan dengan Taman ini serta pemandangan Gunung Agung yang jelas dan Gunung Rinjani di Lombok yang tampak dikejauhan. Jika ingin melihat Taman ini secara keseluruhan maka datanglah ke Balai Kapal yang merupakan bangunan yang paling tinggi di Taman ini dimana kita bisa melihat indahnya bangunan ini secara keseluruhan. Hanya dengan tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah saja kita bisa menikmati kebesaran dan kemegahan peninggalan sejarah Water Palace Sukasada.





11 Apr 2011

Wajah Bali ku Kini (Bagian 2)

Pemerintah provinsi Bali sepertinya mulai kebakaran jenggot akibat salah satu artikel yang dimuat di majalah Time yang berjudul "Holidays in Hell: Bali Ongoing Woes" yang ditulis oleh Andrew Marshall


Tulisan yang dimuat di media Time pada tanggal 1 April 2011 tersebut bukanlah hal yang mengada-ada atau mengarang tetapi memang benar kenyataannya seperti itu. semenjak tragedi bom bali 1 pada tahun 2002 yang mengakibatkan pariwisata di bali lumpuh total pemerintah seperti bekerja keras untuk mensukseskan program recovery bali dan menargetkan jumlah kunjungan wisatawan 2x lipat dari sebelum kejadian bom bali 1 dengan berbagai macam cara seperti mengadakan berbagai event yang berskala internasional, menjamurnya hotel-hotel dari kelas melati sampai bintang lima dan villa juga tak mau ketinggalan serta diskotik-diskotik tumbuh subur seperti jamur di musim hujan.


Dengan padatnya hotel-hotel, diskotik, restaurant, shopping center serta tempat-tempat rekreasi di Bali apakan sudah ditunjang dengan sarana dan prasarana pendukung yang baik? tentu saja belum, sekarang kita lihat di area Kuta, Pantai Kuta semakin kotor akibat sampah-sampah-sampah rumah tangga yang dibuang ke sungai akhirnya bermuara ke Pantai Kuta ditambah lagi setiap tahun ganggang laut beracun tumbuh subur dikawasan itu yang menyebabkan ribuan ikan mati dan akhirnya terdampar di sepanjang Pantai Kuta. Selain itu jalan-jalan di kawasan Tuban-Kuta-Legian-Seminyak hampir setiap tahun terdapat galian-galian yang entah tujuannya apa yang sudah tentu mengakibatkan jalan menjadi hancur dan membuat kawasan tersebut menjadi macet dengan situasi jalan-jalan di Bali yang tidak terlalu besar.


Tidak hanya hal tersebut diatas, truk-truk besar pengangkat bahan bangunan untuk proyek-proyek pembangunan hotel baru di kawasan wisata membuat kawasan terlihat kotor dan kumuh ditambah lagi debu yang beterbangan disekelilingnya semakin membuat siapapun menjadi kesal.


Tulisan "Holidays in Hell: Bali Ongoing Woes" seharusnya dapat dijadikan oleh pemerintah provinsi sebagai pemacu semangat untuk berbenah diri. Pariwisata di Bali merupakan Pariwisata Budaya dan bukanlah pariwisata seperti di tempat lain. Apalagi Bali memiliki KOnsep Tri Hita Karana yang seharusnya jika diaplikasikan dengan benar dalam kehidupan di Bali maka sudah dipastikan Bali tidak akan menjadi se ruwet sekarang ini.


Exploitasi Bali yang berlebihan oleh para pengembang dan pelaku pariwisata serta kurangnya kontrol oleh pemerintah bukan tidak mungkin lambat laun Bali akan ditinggalkan oleh para wisatawan dan nilai kesakralan serta budaya bali akan tergerus arus globalisasi. Devisa yang dihasilkan dari mengeksploitasi Bali tidak akan bisa sebanding dengan terkikisnya nilai-nilai budaya dan kesakralan Pulau ini.


"KEMBALIKAN BALI KU"